SIPALING.ID, MAKASSAR – Ustad tenar asal Sulawesi Selatan, Das’ad Latief rupanya mengikuti perkembangan tentang UU terbaru yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan UU Pilkada untuk meringankan serta memberikan ruangan bebas bagi kandidat kecil dukungan partai politiknya.
Selain untuk kandidat, UU Mahkamah Konstitusi juga menambahkan aturan bagi partai politik Non-Parlemen (tidak lolos) untuk bisa mengusung kandidatnya untuk menjadi kepala daerah diseluruh Indonesia.
SiPaling.id lihat dipostingan Instagram @dasadlatif1212 terpampang besar tulisan yang menurut ulama kondang sering lempar guyon ini jika putusan MK membuat keputusan partai politik yang telah dikeluarkan sebelumnya harus di kocok ulang alias kadarluarsa.
Das’ad pun bilang kalau putusan Mahkamah Konstitusi membuat soal-soal (rahasia) partai politik sampai bocor ke tangannya. Dan para kandidat harus kembali mengeluarkan kocek karena harganya sudah naik (parpol) untuk kandidat di Pilkada.
“Putusan EMKA membuat gocok ulang kartu, harga makin naik, siasat Allah bekerja,” tulis Das’ad Latif dalam postingan Instagram-nya. Senin, (20/8) kemarin.
Tak sampai situ, Das’ad Latif pun singgung kalau ada soal yang bocor ‘halus’ terkait beberapa isu menyangkut putusan Mahkamah Konstitusi kemarin. Kata dia, diskusi tersebut khusus buat orang paham politik bukan untuk anak kecil (sok tahu) urusan perpolitikan tanah air.
“Ini diskusi untuk orang dewasa, anak kecil minggir dulu. Ini rahasia yang bocor, jangan sebar ya,” ketiknya.
Aturan Mahkamah Konstitusi yang dimaksud Das’ad Latif ialah MK mengatur di pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Mahkamah Konstitusi mencatat beberapa poin bagi partai politik jika ingin mengusulkan kandidat usungannya sendiri. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi.
Selain itu, MK memutuskan bagi provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi.
Bahkan, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi.
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi juga memberikan ruang bagi provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi.
Sementara daerah-daerah tingkat kabupaten/kota Mahkamah Konstitusi mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota.
Bagi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota.
Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota.
Dan yang terakhir, Mahkamah Konstitusi mengatur jiga bagi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota.
Uraian hasil amar putusan Mahkamah Konstitusi diatas berarti cita-cita menghadirkan kolom kosong bisa dipastikan musnah. Partai politik diluar garis parlemen pun diperbolehkan mengusung kandidat jika syarat yang telah ditetapkan oleh MK tersebut terpenuhi.
Positif negatifnya UU Pilkada yang baru putus diketok palu oleh hakim Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan sejumlah peluang bagi kandidat yang jumlah suara partai politiknya tidak sesuai dengan aturan yang lama tersebut sangat terbuka lebar.
Begitu pun sebaliknya, jika selama ini ada beberapa kasus pada perhelatan Pilkada ditemui banyak kejanggalan termasuk isu ‘borong partai’ harus menerima jika sebelumnya berpolemik tanpa ada lawan kini bakal menerima kehadiran kandidat yang selama ini ingin maju namun terhalangi oleh UU Pilkada sebelumnya mencukupi kursi di dewan perwakilan daerah masing-masing.