SIPALING.ID, MAKASSAR – Kontroversial terkait amar putusannya yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada 2024. MK memberikan sejumlah peluang bagi partai politik non Parlemen untuk mengusung kandidat bakal calon kepala daerah.
Amar putusannya MK itu dikhususkan bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai diatur dalam pasal tersebut.
Di pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Mahkamah Konstitusi mencatat beberapa poin bagi partai politik jika ingin mengusulkan kandidat usungannya sendiri. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi.
Selain itu, MK memutuskan bagi provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi.
Bahkan, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi.
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi juga memberikan ruang bagi provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi.
Sementara daerah-daerah tingkat kabupaten/kota Mahkamah Konstitusi mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota.
Bagi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota.
Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota.
Dan yang terakhir, Mahkamah Konstitusi mengatur jiga bagi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota.
Uraian hasil amar putusan Mahkamah Konstitusi diatas berarti cita-cita menghadirkan kolom kosong bisa dipastikan musnah. Partai politik diluar garis parlemen pun diperbolehkan mengusung kandidat jika syarat yang telah ditetapkan oleh MK tersebut terpenuhi.
Positif negatifnya UU Pilkada yang baru putus diketok palu oleh hakim Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan sejumlah peluang bagi kandidat yang jumlah suara partai politiknya tidak sesuai dengan aturan yang lama tersebut sangat terbuka lebar.
Begitu pun sebaliknya, jika selama ini ada beberapa kasus pada perhelatan Pilkada ditemui banyak kejanggalan termasuk isu ‘borong partai’ harus menerima jika sebelumnya berpolemik tanpa ada lawan kini bakal menerima kehadiran kandidat yang selama ini ingin maju namun terhalangi oleh UU Pilkada sebelumnya mencukupi kursi di dewan perwakilan daerah masing-masing.
Setelah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bagaimana sikap selanjutnya oleh lembaga penyelenggara pemilihan kepala daerah seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU). Adanya aturan terbaru khusus mengatur pemilihan kepala daerah seharusnya sikap KPU yang ada diseluruh daerah di Indonesia harus menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Jika terlambat, KPU dipastikan bakal kewalahan dan mendapat sorotan dari berbagai pihak termasuk bagi kandidat yang selama ini belum memenuhi syarat dan ketentuan aturan yang lama termasuk bagi partai politik yang tidak loloskan kader-kadernya di gedung dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).