MAKASSAR – Sultan Hasanuddin Corruption Watch (SHCW) secara resmi melaporkan dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Towuti, Kabupaten Luwu Timur, ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Laporan ini diajukan menyusul insiden ambruknya plafon rumah sakit yang belum dioperasikan, sehingga menimbulkan pertanyaan publik terkait kualitas konstruksi.
Proyek pembangunan RS Towuti ini bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2024 dengan nilai kontrak sebesar Rp3.707.867.589,92. Proyek tersebut dikerjakan oleh CV Bintang Mahalona Perkasa sebagai kontraktor pelaksana, sementara pengawasan dilakukan oleh CV Meta Konsultan.
Ghian, selaku Humas SHCW yang juga merupakan masyarakat Towuti sekaligus Ketua IPMIL RAYA UNIBOS, menyampaikan bahwa laporan resmi telah diajukan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Dalam laporannya, SHCW mengajukan lima tuntutan utama:
1. Mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk melakukan investigasi dan penyelidikan terkait dugaan markup anggaran dalam pembangunan RS Towuti yang diduga tidak sesuai spesifikasi dan berpotensi merugikan keuangan negara.
2. Meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan segera memanggil dan memeriksa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur selaku pengguna anggaran.
3. Meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kontraktor pelaksana CV Bintang Mahalona Perkasa, serta konsultan pengawas CV Meta Konsultan.
4. Meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk menginstruksikan Kejaksaan Negeri Luwu Timur membentuk tim investigasi dan tim ahli konstruksi guna meninjau langsung kondisi bangunan RS Towuti.
5. Mendesak pemeriksaan terhadap konsultan perencanaan dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses tender proyek pembangunan RS Towuti.
Ewaldo Aziz, Direktur SHCW, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum atas laporan ini. “Kami tetap konsisten dalam mengawal laporan dan tuntutan kami karena publik Kabupaten Luwu Timur berhak mendapatkan kejelasan terkait proyek ini. Mengingat plafon rumah sakit sudah ambruk meski pembangunannya baru seumur jagung dan belum diresmikan, tentu ini menjadi pertanyaan besar terkait kualitas konstruksi,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon.
SHCW berharap aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, segera menindaklanjuti laporan ini. Mereka juga berencana melaHkukan aksi unjuk rasa guna memastikan transparansi dalam penyelidikan kasus tersebut. (*)